IDENTIFIKASI DAN PENILAIAN RESIKO
PENGERTIAN RISIKO
a) Risiko adalah
suatu variasi dari hasil-hasil yang dapat terjadi selama periode waktu tertentu
(Arthur Williams dan Richard, M.H)
b) Risiko adalah
ketidakpastian yang mungkin melahirkan peristiwa kerugian (A.Abas Salim)
c) Risiko adalah
ketidakpastian atas terjadinya suatu peristiwa (Soekarto)
d) Risiko merupakan
penyebaran/ penyimpangan hasil aktual dari hasil yang diharapkan (Herman Darmawi)
e) Risiko adalah
probabilitas suatu hasil yang berbeda dengan yang diharapkan (Herman Darmawi)
2. Macam-macam
resiko
menurut sifatnya :
a. Resiko
yang tidak disengaja (resiko murni) adalah resiko yang apabila terjadi
tentu menimbulkan kerugian dan terjadinya tanpa disengaja, misalnya resiko
terjadi kebakaran, bencana lam, pencurian, dsb.
b. Resiko yang
disengaja (resiko spekulatif) adalah resiko yang sengaja ditimbulkan oleh
yang bersangkutan, agar terjadinya ketidakpastian memberikan keuntungan
kepadanya, misalnya resiko utang piutang, perjudian, perdagangan berjangka
(hedging), dsb.
c. Resiko
fundamental adalah resiko yang penyebabnya tidak dapat dilimpahkan kepada
seseorang dan yang menderita tidak hanya satu atau beberapa orang saja tetapi
banyak orang, seperti banjir, angin topan, dsb.
d. Resiko khusus adalah
resiko yang bersumber pada peristiwa yang mandiri dan umumnya mudah diketahui
penyebabnya, seperti kapal kandas , pesawat jatuh, tabrakan mobil,
dsb.
e. Resiko
dinamis adalah resiko yang timbul karena perkembangan dan kemajuan (dinamika)
masyarakat di bidang ekonomi, ilmu dan teknologi, seperti resiko keuangan,
resiko penerbangan luar angkasa.
Menurut dapat- tidaknya risiko tersebut dialihkan
kepada pihak lain dibedakan ke dalam:
a. Risiko
yang dapat dialihkan kepada pihak lain, dengan mempertanggungkan suatu objek
yang akan terkena risiko kepada perusahaan asuransi, dengan membayar
sejumlah premi asuransi, sehingga semua kerugian menjadi
tanggungan ( pindah) kepada pihak perusahaan asuransi.
b. Risiko yang
tidak dapat dialihkan kepada pihak lain ( tidak dapat diasuransikan) ;
umumnya meliputi semua jenis risiko spekulatif
Menurut sumber/ penyebab timbulnya, risiko dapat
dibedakan ke dalam:
a. Risiko
intern yaitu risiko yang berasal dari dalam perusahaan itu sendiri
Contoh: kerusakan aktiva karena ulah karyawan sendiri,
kecelakaan kerja, kesalahan manajemen, dll
b. Risiko ekstern yaitu
risiko yang berasal dari luar perusahaan
Contoh: pencurian, penipuan, persaingan, fluktuasi
harga, perubahan kebijakan pemerintah, dll
3. ISTILAH” PENTING MANAJEMEN RISIKO
a. Peril adalah peristiwa atau kejadian yang
menimbulkan kerugian. Contohnya : kebakaran, pencurian, kecelakaan.
b. Hazard adalah keadaan dan kondisi
yang memperbesar kemungkinan terjadinya peril. Contoh : jalan licin, tikungan
tajam. Ada beberapa macam tipe hazard :
a) Physical Hazard
adalah keadaan dan kondisi yang memperbesar kemungkinan terjadi peril, yang
bersumber dari karakteristik secara fisik dan objek, baik yang bisa
diawasi/diketahui maupun yang tidak. Misalnya jalan licin, tikungan tajam yang
memperbesar kemungkinan terjadinya kecelakaan, dicoba diatasi dengan pemasangan
rambu-rambu lalu lintas di tempat tersebut.
b) Moral Hazard adalah
keadaan atau kondidi seseorang yang memperbesar kemungkinan terjadinya peril,
yang bersumber pada sikap mental, pandangan hidup, kebiasaan dari orang yang
bersangkutan. Contoh pelupa, akan memperbesar kemungkinan terjadinya
musibah/kerugian yang menimpa orang tersebut.
c) Morale Hazard
adalah keadaan dan kondisi seseorang yang memperbesar kemungkinan terjadinya
peril, yang bersumber pada perasaan hati orang yang bersangkutan, yang umumnya
karena pengaruh dari suatu keadaan tertentu. Contoh:
- Orang
yang telah mengasuransikan dirinya, mobilnya dan telah merasa mahir pengemudi,
maka karena merasa aman terhadap risiko, ia ceroboh dalam mengemudikan
mobilnya. Keadaan dan kondisi ini tentu akan memperbesar kemungkinan terjadinya
kecelakaan yang akan menimpanya.
d) Legal Hazard adalah
perbuatan yang mengabaikan peraturan-peraturan atau perundang-undangan yang
berlaku (melanggar hukum), sehingga memperbesar kemungkinan terjadinya peril.
Misalnya kebijaksanaan perusahaan yang melanggar/tidak memenuhi Undang-undang
Tentang Keselamatan Kerja, akan memperbesar kemungkinan terjadinya kecelakaan
kerja.
Exposure adalah keadaan atau objek yang
mengandung kemungkinan terkena peril, sehingga merupakan keadaan yang menjadi
objek dan upaya penanggulangan risiko, khususnya di bidang pertanggungan.
Hukum Bilangan Besar ( The Law of The Large
Number) adalah hukum yang berkaitan dengan peramalan besarnya kemungkinan
terjadinya peril. Dimana “makin besar jumlah exposure yang diramalkan akan
semakin cermat hasil peramalan yang diperoleh”.
Manajemen Resiko adalah pelaksanaan fungsi-fungsi
manajemen dalam penanggulangan risio, terutama risiko yang dihadapi oleh
organisasi/perusahaan, keluarga dan masyarakat. Jadi mencakup kegiatan
merencanakan, mengorganisir, menyusun, memimpin/mengkoordinir dan mengawasi
(termasuk mengevaluasi) program penanggulangan risiko.
5. Metode-metode identifikasi resiko :
Dalam mengidentifikasikan risiko ada beberapa metode
yang dapat digunakan, antara lain :
a. Menggunakan
daftar pertanyaan atau kuesioner untuk menganalisis risiko, yang dari
jawaban-jawaban terhadap pertanyaan tersebut diharapkan dapat memberikan
petunjuk-petunjuk tentang dinamika informasi khusus, yang dapat dirancang
secara sistematis tentang risiko yang menyangkut kekayaan maupun operasi
perusahaan.
b. Menggunakan
laporan keuangan, yaitu dengan menganalisis neraca, laporan pengoperasian dan
catatan-catatan pendukung lainnya, akan dapat diketahui/diidentifikasi semua
harta kekayaan, utang-piutang, dan sebagainya.
c. Membuat
flow-chart aliran barang mulai dari bahan mentah sampai menjadi barang jadi
sehingga dapat diketahui risiko-risiko yang dihadapi pada masing-masing tahap
dari aliran tersebut.
d. Dengan
pemeriksaan/inspeksi langsung di tempat, artinya dengan mengadakan pemeriksaan
secara langsung di tempat operasi/aktivitas perusahaan.
e. Mengadakan
interaksi dengan departemen/bagian-bagian dalam perusahaan. Adapun cara-cara
yang dapat ditempuh :
Dengan
mengadakan kunjungan ke departemen/bagian-bagian Manajer Risiko dapat
meraih/memupuk saling pengertian antara kedua belah pihak.
Dengan
menerima, mengevaluasi, memonitor dan menanggapi laporan-laporan dari
departemen/bagian-bagian.
f. Mengadakan interaksi dengan
pihak luar yaitu mengadakan hubungan dengan individu ataupun
perusahaan-perusahaan lain, terutama pihak-pihak yang dapat membantu perusahaan
dalam penanggulangan risiko.
g. Melakukan analisis terhadap
kontrak-kontrak yang telah dibuat dengan pihak lain.
h. Membuat dan menganalisis
catatan/statistik mengenai bermacam-macam kerugian yang telah pernah diderita.
i. Mengadakan analisis
lingkungan, yang sangat diperlukan untuk mengetahui kondisi yang mempengaruhi
timbulnya risiko potensial, seperti konsumen, pemasok, penyalur, pesaing,
desamuan pemerintah (pembuat peraturan/perundang-undangan).
Dunia
asuransi sudah sangat identik dengan manajemen risiko. Maklum, asuransi adalah salah satu teknik di
dalam manajemen risiko. Perusahaan asuransi adalah perusahaan yang menerima
pengalihan risiko dari tertanggung. Sehingga aktifitas keseharian perusahaan
adalah mengelola risiko pihak lain.
Namun
hingar bingar pelaksanaan manajemen risiko di dunia perbankan di tanah air,
tidak serta merta merembet ke industri asuransi.
Pemerintah, melalui Bank Indonesia (BI), mewajibkan bank umum menerapkan
manajemen risiko. Peraturan BI nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 dan Surat
Edaran BI nomor 5/21/DPNP tanggal 29 September 2003 mencantumkan manajemen
risiko pada delapan jenis risiko di industri perbankan.
Hingga
saat ini bisa dipastikan hanya segelintir perusahaan asuransi yang secara
formal mempunyai pedoman, kebijakan, atau prosedur manajemen risiko. Apakah
dapat diartikan tidak ada penerapan manajemen risiko di dunia
asuransi? Secara substansi, perusahaan asuransi telah melakukan prinsip-prinsip
manajemen risiko, namun belum komprehensif.
Beberapa
perusahaan asuransi yang berusaha menerapkan manajemen risiko, saat ini sedang
mencari bentuk. Belum ada panduan pasti sehingga penerapan manajemen risiko
masih meraba-raba, tidak seperti di perbankan. Jika BI menetapkan delapan jenis
risiko di industri perbankan, namun baik pemerintah maupun asosiasi asuransi,
belum menetukan jenis-jenis risiko di industri asuransi.
Berita
baik berhembus dari Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
konon kabarnya sedang merencanakan penerapan manajemen risiko di perusahaan
BUMN. Dengan demikian, diharapkan penerapan manajemen risiko di industri
asuransi bisa dimotori asuransi pelat merah.
Membuat
Pedoman
Tujuan
penerapan manajemen risiko di industri asuransi pada dasarnya tidak berbeda
dengan industri lainnya yakni agar dapat meminimalisir dan mengelola risiko
yang berdampak negatif pada tujuan, visi, dan misi perusahaan. Dalam teori
dasar manajemen risiko, tahapan-tahapannya adalah menentukan konteks (ruang
lingkup dan tujuan), identifikasi risiko, analisa risiko, dan mengontrol
risiko. Karena risiko bersifat dinamis, maka harus selalu dilakukan revieu dan monitoring.
Untuk
menerapkannya, maka diperlukan pedoman manajemen risiko yang bisa berisi
kebijakan dan prosedur manajemen risiko. Selain itu harus ada pelaksananya
sehingga diperlukan struktur organisasi manajemen risiko dan siapa saja yang
terlibat di dalam penerapannya.
Untuk
tiap jenis perusahaan bisa berbeda-beda bentuknya, baik kebijakan, prosedur,
struktur organisasi, maupun orang-orang yang terlibat. Dalam hal struktur
misalnya, untuk perusahaan besar mungkin memerlukan satu unit khusus untuk
menangani menajemen risiko. Namun bagi perusahaan lain, fungsi-fungsi manajemen
risiko bisa ‘ditempelkan’ pada unit-unit dalam perusahaan.
Tidak
Hanya Risiko Underwriting
Dalam
operasionalisasi perusahaan asuransi selama ini, surveyor adalah mereka yang dianggap berada di
unit manajemen risiko. Tugasnya melakukan survey terhadap objek yang akan
diasuransikan. Surveyor melakukan analisis terhadap objek tersebut dan
menyimpulkan tingkat risikonya. Jika dianggap perlu, surveyor bisa
merekomendasikan perbaikan (risk improvement) objek tersebut agar dilakukan
oleh calon tertanggung. Rekomendasi ini dalam rangka mereduksi peluang risiko
atau mengurangi dampaknya jika kerugian terjadi.
Survey
risiko adalah salah satu aplikasi kontrol risiko dalam manajemen risiko yang
diterapkan di dunia asuransi. Sejatinya, dunia asuransi dilingkari dengan
risiko-risiko yang jika tidak ditangani secara benar, akan menganggu
kelangsungan perusahaan. Tentu risiko utama terletak pada unit operasional.
Umumnya
perusahaan asuransi memfokuskan pada seleksi risiko (underwriting). Jika
berbicara risiko underwriting, manajemen risiko dilakukan sejak permintaan
penutupan dari tertanggung, sampai keputusan menolak atau menerima
pertanggungan. Tidak berhenti di situ, proses manajemen risiko harus dilakukan
sampai penerbitan dan penyerahan polis kepada tertanggung.
Dalam
perspektif holistik, pelaksanaan survey adalah bagian dari proses manajemen
risiko underwriting. Survey juga merupakan aplikasi prinsip kehati-hatian
(prudent underwriting) yang selalu menjadi paradigma para underwriter. Jika
tidak, klaim bisa membengkak. Upaya lain proses manajemen risiko adalah
penempatan reasuransi secara tepat kepada perusahaan reasuransi yang
terpercaya.
Namun
demikian tidak hanya itu risiko-risiko dalam perusahaan asuransi. Sama dengan
perbankan yang tidak cuma menghadapi risiko kredit. Risiko pasar juga bisa
menjadi ancaman. Ketidakpastian pasar dan kondisi perekonomian bisa menjadi
masalah tersendiri bagi perusahaan asuransi yang harus bisa diperhitungkan dan
dikendalikan secara cermat.
Dari
sisi lain juga kita bisa lihat bahwa asuransi adalah bisnis jasa atau bisnis
‘penuh janji’. Perusahaan asuransi memasarkan produk intangible atau produk
yang tidak bisa dilihat. Yang dijual adalah janji akan mengganti kerugian
tertanggung jika memenuhi syarat dan ketentuan polis.
Ada
risiko reputasi atau nama baik (brand name) yang jika tidak dikelola dengan
tepat akan menjadi risiko yang mematikan (killer risk). Seperti diketahui bahwa
sudah mulai ada anggapan bahwa asuransi itu kalau membayar premi bisa lewat
ATM, tapi jika mengurus klaim lewat kantor polisi. Persepsi negatif ini perlu
dieliminasi dengan teknik-teknik manajemen risiko yang tepat.
Secara
keseluruhan, hampir di setiap unit dalam perusahaan asuransi menghadapi risiko.
Untuk itu, manajemen risiko di asuransi nantinya tidak sekedar dalam bentuk
kebijakan, prosedur, dan struktur organisasi. Penerapan manajemen risiko sebisa
mungkin diarahkan menjadi budaya perusahaan. Dengan demikian harus
dikomunikasikan kepada manajemen dan semua karyawan.
Sudah
saatnya kalangan asuransi merumuskan risiko-risiko yang berpotensi menganggu
kelangsungan perusahaan. Lebih dari itu, manajemen risiko dilakukan dengan
mempersiapkan rencana darurat (contingency plan) atas risiko-risiko yang
kemungkinan terjadinya cukup tinggi dan dampaknya besar. Dengan demikian,
risiko yang mengancam tujuan perusahaan bisa dikendalikan dengan baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar